Maret 2016: National Geographic Indonesia
10:18:00 PMSaya mengusahakan diri untuk membaca majalah National Geographic di setiap bulannya. Pada awalnya Muhammad Akhyar yang bertugas membeli majalah ini di setiap bulannya. Bersama majalah Marketeers dan Horison. Dahulu tugas saya adalah membeli dan membaca majalah Tempo. Setelahnya kami biasanya saling meminjam atau berbagi mengenai hal-hal yang menarik. Semakin berjalannya waktu, majalah yang lain menjadi tidak terlalu menarik lagi. Majalah National Geograpic menjadi salah satu yang saya baca rutin di setiap bulannya.
Saya terpikir, bagaimana kalau saya juga membagi hal-hal menarik dari majalah ini kepada teman-teman yang tidak sempat membacanya? Semoga dengan ini, kita bisa bersama-sama semakin mencintai bumi. Saya akan membahasnya dengan singkat, tapi semoga bisa langsung ditangkap hikmahnya ya. Selamat membaca, semoga berkenan.
Edisi kali ini adalah edisi yang membuat saya menyadari lebih banyak; belajar lebih banyak. Selamat membaca.
Jangan Buang Makananmu
Sekitar sepertiga makanan di seluruh dunia terbuang. Para petani bisa saja membuang ribuan ton sayuran segar yang kurang memenuhi syarat untuk ekspor dan masuk ke rak supermarket. Dengan jumlah tersebut, kita sebenarnya mampu untuk memberi makan dua miliar manusia.
Ada Tristram Stuart yang pada waktu itu baru berusia 24 tahun (kini 38 tahun) memiliki ide untuk mengolah bahan makanan yang berasal dari pertanian dan pedagang yang berniat membuangnya. Ia mengolahnya untuk menghasilkan hidangan berkelas restoran bagi hingga 5000 orang. Ia mengelola organisasi yang menjalankan kampanye untuk mencegah pembuangan makanan. Kampanye ini dijalankan secara luas dan menjadi solusi lokal yang menginspirasi
Di berbagai budaya, pembuangan makanan dianggap melanggar moral. Ironisnya, hampir 800 juta jiwa di seluruh dunia merasakan kelaparan dan FAB menemukan data bahwa kita menyia-nyiakan 1.3 miliar ton per tahun di seluruh dunia. Kita bahkan bisa memberi makan orang yang kelaparan sebanyak dua kali. Kemanakah perginya semua makanan itu? Kelaparan dan makanan buangan, adalah dua masalah yang hanya bisa diselesaikan dengan satu solusi (Doug Rauch).
Di negara berkembang, sebagian besar lenyap saat pascapanen akibat kekurangan fasilitas penyimpanan yang memadai, jalan yang bagus, dan alat pembeku. Negara maju membuang lebih banyak makanan di rantai suplai saat pelaku ritel memesan, menyajikan, atau memajang terlalu banyak. Selain itu, juga saat konsumen seperti kita mengabaikan sisa makanan yang di dalam kulkas atau membuang makanan mudah basi sebelum kadaluwarsa.
Membuang makanan memberikan dampak yang buruk untuk lingkungan. Menghasilkan makanan yang tidak dikonsumsi sama halnya dengan menyia-nyiakan air, pupuk, pestisida, bibit, bahan bakar, dan lahan yang dibutuhkan untuk menumbuhkan tanaman. Di seluruh dunia, produksi makanan yang terbuang dalam setahun menghabiskan air sebanyak setahun aliran Volga, sungai terbesar di Eropa. Jika diibaratkan negara, limbah makanan akan menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, setelah Tiongkok dan AS.
Di swalayan maupun pasar berskala besar, hanya penampilan dari buah dan sayur yang baiklah yang akan merogoh dompet. Stuart memuji kampanye baru di beberapa supermarket di AS dan UE yang menjual produk ‘jelek’ dengan harga diskon. Akan tetapi, perbaikan yang lebih sistemik tentu akan lebih baik.
Mengurangi Pembuangan: Bagaimana Anda bisa membantu?
Perubahan kecil di dapur dapat mengurangi jumlah makanan yang dibuang oleh rumah tangga Anda.
- Gunakan FoodKeeper atau aplikasi lainnya untuk mengingatkan Anda akan tanggal kadaluwarsa makanan
- Ganti piring Anda dengan yang lebih kecil untuk mengendalikan porsi makanan. Piring standar saat ini 36% lebih besar daripada 50 tahun silam
- Santap makanan sisa secara teratur pada satu malam setiap pekan
- Manfaatkan makanan sisa. Bekukan atau kalengkan makanan yang berlebih. Olah buah-buahan yang sudah dalu dengan blender, untuk dijadikan minuman
- Usahakan untuk tidak membuang makanan yang dalam pengadaannya menghabiskan banyak air, seperti daging.
Membaca ini membuat saya belajar; semakin berpikir untuk tidak bersikap egois. Seakan-akan apa yang kita makan kita temui begitu adanya tanpa proses panjang sebelumnya. Seakan-akan membuang sampah hanya saya saja di dunia tanpa mengingat bahwa seluruh orang di dunia bisa saja melakukan hal yang sama. Seakan-akan memilih barang dengan penampakan yang bagus hanya saya dan yang lain mau mengambil yang agak buruk.
Untuk dunia yang lebih nyaman ditinggali, sepertinya kita bisa melakukannya dengan menjalankan pesan dari ulama Aa Gym. Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai dari sekarang.
Semoga bermanfaat.
0 comments