ETU x Wardah Campaign on Virgin Australia Melbourne Fashion Festival (VAMFF) 2016
7:25:00 AMTahun-tahun belakangan ini saya senang sekali, karena hijab fashion di Indonesia sangat menggeliat dan berkembang dengan luas. Dugaan saya, hal ini juga menjadi (salah satu) dasar bagi perubahan banyak orang di sekitar saya yang pada akhirnya menggunakan hijab. Saya senang sekali, karena seni pada akhirnya dimanfaatkan dengan cara yang baik. Hijab, sekarang, lekat dengan tampilan yang modis. Toh, pada akhirnya orang yang memeluk value agama dengan baik akan berpikir, menggunakan hijab saat ini adalah melakukan dua hal, melaksanakan apa yang Tuhan anjurkan juga berpenampilan menarik sesuai tuntutan zaman.
Saya mencari arti kata Hijab pada KBBI. Hijab menurut KBBI diartikan sebagai dinding yang membatasi sesuatu dengan yang lain; dinding yang membatasi hati manusia dan Allah. Namun, sekarang sepertinya arti kata ini meluas. Hijab, kita mudah pahami sebagai jilbab. Mungkin karena ada kesan jilbab itu super old fashion, jadilah penggunaan kata Hijab ini menjadi booming dan lebih menarik untuk digunakan.
Saya
pribadi cukup mengikuti perjalanan perkembangan hijab fashion di Indonesia. Tidak
terlalu sih, tetapi saya peka terhadap perkembangan karya-karya moslem designer muda, mulai dari
Jenahara, Dian Pelangi, Ria Miranda, dan juga Restu Anggraini. Saya menggunakan
beberapa produk RA yang merupakan modest
work wear berupa kemeja dan blouse
siap dipadupadankan dengan rok dan shawl
yang sudah kita miliki sebelumnya.
RA
by Restu Anggraini memiliki karakter simply chic, minimalist, clean & basic, dan yang paling penting: functional. Biasa bermain di warna-warna netral, namun tidak hanya
didominasi oleh hitam dan putih saja, ada juga abu-abu, coklat muda, biru muda,
merah muda, dan beberapa warna lain yang sering saya gunakan dan rasanya sesuai
untuk dipadu-padan, sehingga bisa tetap tampil dengan pastel look. Saya salah satunya jatuh cinta dengan kolaborasi pada Zalora Spring Muslim Collection 2015.
Tidak berhenti sampai di label RA by Restu Anggraini. Tahun 2014 lalu, Restu Anggraini meluncurkan label baru, high-fashion brand yaitu ETU. Masih untuk work wear, namun lebih berkelas. Karakter brand ini adalah tampilan yang clean & professional, boyish classic, professional yet standout, serta mengandung twisting detail & technique. Satu hal yang membuat saya tertarik dengan brand ini adalah karena ETU mengusung Ethical Fashion. ETU: Seeking sustainable growth through responsble clothing.
Apa itu Ethical Fashion?
For the Ethical Fashion Forum, ethical fashion represents an approach to the design, sourcing and manufacture of clothing which maximises benefits to people and communities while minimising impact on the environment.
“If you describe something as ethical, you mean that it is morally right or morally acceptable.” Collins English Dictionary (https://www.ethicalfashionforum.com/the-issues/ethical-fashion)
Ketika ETU mengusung Ethical Fashion, saya sebagai seorang yang (ingin) memiliki environmentalist value (masih belajar) segera terharu. Kini, ada seorang moslem designer dari Indonesia yang berpikir selangkah lebih maju. Fashion, tidak lagi hanya indah ketika dipakai, namun juga indah bagi kelangsungan bumi dan kesehatan lingkungan.
Pakaian yang kita gunakan tidak lagi hanya bertujuan egois mempercantik diri sendiri, tetapi memberikan dampak negatif untuk lingkungan. Saat ini, menggunakan pakaian perlu sejalan dengan merawat lingkungan hidup. Menjaga stabilitas stok air dunia, sederhana tetapi penuh inovasi, penuh fungsi tetapi tetap berkelas.
ETU juga menerapkan prinsip Ethical Fashion tersebut pada sisa produknya, yaitu Recycle Initiative, sebagai salah satu komitmen. Misalnya, sisa bahan yang tidak terpakai bisa digunakan untuk lap pembersih, pakaian yang tidak lulus QC 100% namun amat sangat layak digunakan akan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, dan bahkan sedikit jumlah dari kain berkualitas tersebut digunakan untuk membuat pakaian bagi karyawan ETU dan keluarganya. Brand value yang sangat menarik. Suatu saat kalau saya memiliki brand sendiri, saya ingin mengadopsi value sejenis.
Prestasi ETU yang sebelumnya adalah tampil di Mercedes-Benz Tokyo Fashion Week untuk koleksi Fall/Winter 2015. Di usia brand yang masih muda, ETU langsung masuk ke kancah fashion internasional.
ETU juga mewakili Indonesia dalam Virgin Australia Melbourne Fashion Festival 2016 bersama Wardah. Sebagai satu-satunya brand muslim dari Indonesia (CMIIW) yang berhasil menampilkan karyanya di Melbourne Museum, Australia. Saya yang bukan siapa-siapa juga merasakan bangganya. Bersama Wardah yang merupakan halal make-up brand pertama di Indonesia.
Wardah berhasil konsisten untuk menggandeng beberapa moslem designer Indonesia dalam berbagai acara fashion. Tentu dengan branding halal, produk ini perlu mendapat support dari berbagai pihak. Saya kira tidak hanya acara besar dari para designer. Sejak saya SMA, Wardah sudah aktif untuk bekerja sama dengan berbagai acara. Baik itu sekedar acara keputrian di SMA hingga berbagai acara di tingkat kampus. Wardah senantiasa terbuka untuk menjadi sponsor acara. Usaha promosi dan pengembangan bisnis yang baik.
Sejalan dengan menghadapi tantangan MEA, beberapa moslem designer
menunjukkan taring di kancah Internasional. Sebelumnya, Dian Pelangi sudah
tampil fashion show di beberapa Negara.
Baru-baru ini, 5 designer Indonesia (Dian Pelangi, Restu Anggraini, Jenahara, Zaskia Sungkar, dan Vivi Zubedi) unjuk diri dalam London Fashion Week 2016
dengan kerja bersama HijUp.com, momen Indonesia Fashion Week 2016 pun baru saja
berlangsung dan hijab fashion bahkan
memenuhi satu Cendrawasih Hall dengan berbagai jadwal fashion show hasil
kolaborasi beberapa designer. Wardah hampir selalu ikut andil dalam berbagai kesempatan tersebut sebagai teman berkolaborasi.
Setelah LFW 2016, Restu Anggraini berangkat ke Melb, Australia untuk VAMFF 2016. Kembali bersama Wardah yang mengkampanyekan Halal Lifestyle. Bangga juga ya sebagai konsumen melihat produk asli Indonesia semakin diperhitungkan di pasar internasional. Saya kira, begitulah pada designer mengambil alih bagian mereka untuk memajukan sektor ekonomi Indonesia. Tidak hanya bagi kepentingan negara, saya sangat senang karena designer dari negeri kita yang aktif menyampaikan pesan bahwa berpakaian sopan dan menutup aurat yang dianjurkan oleh agama Islam bukanlah hal yang kuno dan jelek. Sebagaimana Allah mencintai keindahan dan Islam itu indah.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim yang banyak menduduki posisi kelima dalam konsumsi sandang dan teman-temannya. Saya yakin sekali diri saya menjadi bagian dari angka tersebut :D
Melihat berkembangkanya moslem fashion tentu menjadi peluang bisnis yang baik (dan perlu dilirik). Diperkirakan tren ini akan terus meningkat sampai 2020. Saya benar-benar jadi termotivasi untuk tidak sekedar menjadi konsumen, tapi semoga juga bisa menjadi produsen.
Setiap designer yang sudah masuk dalam kancah internasional
memang memiliki gaya berjuangnya masing-masing. Dian Pelangi mungkin tampil
mengusung songket Palembang dari Indonesia dalam setiap karyanya, ETU kali ini
tampil dengan Ethical Fashion yang
sejauh pengamatan saya belum dilirik oleh pada moslem desaigner lain.
Pernahkah membayangkan berapa banyak air yang dibutuhkan,
bukan hanya untuk mencuci, tapi juga membuat benang dari kapas yang akhirnya bisa menjadi pakaian yang kita gunakan? Tentu bagaimana menciptakan
kain dengan menggunakan benang dari kapas, atau dari sumber lainnya namun tetap
ramah lingkungan adalah tantangan tersendiri. Oleh karenanya dibutuhkan inovasi.
Saya memang belum pernah membeli apalagi mengunakan produk ETU, namun saya berharap di dalam label pakaian itu juga tertera informasi mengenai sumber daya yang dihabiskan untuk membuat pakaian ini, seperlu berapa liter air yang digunakan untuk membuat benang, atau sumber daya lain yang 'dikuras' untuk menjadi kain. Perlu juga dicantmkan teknik pengolahan, apakah dengan teknik spinning, weaving, dying, dll. Beberapa negara di barat sudah mencantumkan informasi tersebut pada label pakaiannya.
Sustainable future can only be achieved by innovation.
(Restu Anggraini)
Saya memang belum pernah membeli apalagi mengunakan produk ETU, namun saya berharap di dalam label pakaian itu juga tertera informasi mengenai sumber daya yang dihabiskan untuk membuat pakaian ini, seperlu berapa liter air yang digunakan untuk membuat benang, atau sumber daya lain yang 'dikuras' untuk menjadi kain. Perlu juga dicantmkan teknik pengolahan, apakah dengan teknik spinning, weaving, dying, dll. Beberapa negara di barat sudah mencantumkan informasi tersebut pada label pakaiannya.
Selamat ETU by Restu Anggraini, tidak hanya berhasi mencuri
hati dan membuat haru, semoga karya asli Indonesia semakin berharga dan punya
tempat dalam ruang pasar internasional. Tidak lupa, selamat Wardah yang selalu
konsisten untuk #StartAGoodThing dan terdepan karena #halaldariawal. Selamat
untuk VAMFF 2016.
PS: Postingan ini juga menjadi input untuk blog competition Halal Lifestyle Sector:ETUxWardah Campaign on VAMFF 2016
Love,
bungaazzahra
0 comments