Review Buku: Hujan

1:06:00 PM


Ah lama, sekali tidak menulis di halaman ini. Lebih tepatnya, wah lama sekali tidak menulis :D 
Selama ini kerjaannya selalu menyuruh-nyuruh orang lain menulis di tumblr, di facebook, di twitter, tapi saya sendiri lebih sering menulis laporan psikologis. Ha. Ha. Ha. Ironis. 
Alhamdulillah, akhirnya, setelah sekian lama, ada juga buku yang berhasil saya selesaikan. 
Saya sebenarnya sedih sekali karena buku ini adalah buku pertama yang saya baca hingga selesai (di tahun 2016). Saya tertinggal jadwal menyelesaikan lima buku dan progres saya dalam membaca lambat sekali. Hasil refleksi saya, wajarlah, setiap saya di kereta atau perjalanan lain, saya tidak pernah membawa buku. Hal tersebut karena hampir setiap hari di bulan Januari saya bekerja dan tidak sempat membaca. Ada alasan yang lebih remeh lagi, saya enggan membawa buku yang belum disampul plastik. Patah hati nanti kalau rusak halaman covernya.

Akhirnya saya memilih buku yang mungkin bisa saya selesaikan dengan cepat. Hujannya Tere Liye adalah salah satunya. Di sela-sela perjalanan pergi dan pulang dari bekerja, saya akhirnya menyelesaikan juga di hari ini, hari libur saya. Jadi buku ini bercerita tentang apa?

Tentang hujan, sesuai dengan judul bukunya. Halaman cover belakangnya menjelaskan sedikit: tentang persahabatan, tentang cinta, tentang perpisahan, tentang melupakan, tentang hujan. Kurang lebih sinopsisnya memang menceritakan isi buku ini.

Tentang Lail dan Esok, scene kehidupannya di waktu yang akan datang, entah 2040-an atau berapa. Berdua bertemu karena gempa bumi maha dahsyat, tinggal di tenda penampungan bersama, dan terus membiasakan diri untuk bertemu, minimal 1 tahun 1 kali. Lail juga memiliki sahabat erat bernama Maryam, yang mengingatkan saya dengan hubungan dengan kak Neti. semoga kak Neti selalu sehat dan bahagia.

Tidak hanya tentang hubungan laki-laki dan perempuan, yaitu perempuannya tidak ingin hanya dianggap sekedar adik. Buku ini juga bercerita tentang ledakan penduduk, bencana alam, dan upaya ilmu pengetahuan untuk mempertahankan bumi. Bahwa manusia terkadang mendahulukan kepentingan jangka pendek. Kepentingan politik juga terus menjadi salah satu pertimbangan kita dalam mengambil keputusan. Tentang kecanggihan teknologi. Tentang Lail yang pada akhirnya ingin melupakan Esok.

Sepertinya, Tere Liye baru menulis ide cerita seperti ini, setelah beberapa kali setelahnya saya mulai bosan dengan bukunya. Buku ini tidak sama dengan Rindu, bukan juga lanjutan seri Bumi, Bulan, yaitu Matahari. Buku ini berbeda, dan berdiri sendiri. Cara berceritanya lebih mirip Negeri Para Bedebah atau Negeri di Ujung Tanduk. Mirip ya, tapi dengan tema yang tidak sama. 
Di dalam buku ini tema utamanya tentang perasaan, tapi juga ada sedikit, sedikit ya unsur science fiction-nya. Sedikit.

Ada juga bagian yang membuat kesal, karena Lail yang menunggu dan terus menunggu, terus baperan (istilahnya sekarang gitu), bentar-bentar negatif thinking, terus nekat, hahaha selayaknya banyak perempuan di muka bumi :D

Buku yang cukup dapat dinikmati karena tidak berat. Tapi juga bukan buku yang tidak ingin saya lepaskan dan segera ingin selesaikan. Rating: 3/5
PS. Bagi orang yang meyakini dirinya amanah dan mencintai buku, sehingga bisa menjaga buku dan ingin membaca buku ini, silakan drop e-mail ke saya, dan saya dengan senang hati akan meminjamkannya padamu. Bagi yang ingin membelinya, kamu bisa dapatkan buku ini disini

Love, 
bungaazzahra 

You Might Also Like

1 comments

Haniva Az Zahra. Powered by Blogger.